Rabu, 11 Maret 2020

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Menciptakan Kota Tanggap Bencana


Setelah pergantian milenium pada tahun 2000, teknologi informasi dan komunikasi berkembang dengan sangat pesat di seluruh dunia. Otomatisasi dan penggunaan alat elektronik dalam kehidupan manusia menjadi sesuatu yang lumrah dijumpai hingga saat ini. Teknologi dipandang sebagai sesuatu yang sangat membantu manusia dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi sehingga tidak semua permasalahan harus menggunakan tenaga manusia sepenuhnya, terlebih saat ini dunia sedang memasuki tahapan Revolusi Industri 4.0 yang menitikberatkan pada kemampuan kecerdasan buatan (artificial intelligence), sistem penyimpanan data berbasis awan, dan internet of things (IoT). Tentu dengan bertambahnya kemampuan yang dapat dilakukan oleh teknologi yang dikembangkan manusia, maka pekerjaan-pekerjaan yang sebelumnya harus dilakukan secara manual oleh manusia dapat digantikan oleh komputer sehingga energi manusia dapat dialokasikan kepada hal-hal lain yang lebih produktif.

Dalam dunia perkotaan, manfaat yang dapat terasa dari berkembangnya teknologi adalah meningkatnya kemudahan para pemangku kebijakan dalam mengatur suatu kota. Kombinasi dari pengelolaan perkotaan yang dikombinasikan dengan penggunaan teknologi dalam segala aspek memunculkan suatu istilah baru di dunia perencanaan dan manajemen kota yang bernama kota pintar (smart city). Keberadaan smart city ini dapat memudahkan pemerintah sekaligus para warga yang menghuni kota tersebut : pemerintah dapat memastikan keberjalanan aktivitas perkotaan dengan lebih mudah dan mampu memberikan layanan publik dengan lebih cepat dan prima, sedangkan masyarakat semakin dimudahkan dengan akses layanan publik yang semakin prima, efisien, dan ringkas. Pada akhirnya, penerapan teknologi secara berkelanjutan dalam suatu manajemen kota dapat menimbulkan dampak positif bagi kedua belah pihak : dalam hal ini pemerintah dan masyarakatnya.

Salah satu manfaat dari perkembangan pesat suatu teknologi adalah semakin mudahnya pemerintah dalam menciptakan kota tanggap bencana (resilient city). Sebagaimana diketahui bersama, setiap kota yang berada di dunia ini memiliki potensi bencananya masing-masing, mulai dari banjir, gempa, tsunami, badai tropis, dan sebagainya. Masyarakat tidak dapat menghindar dari ancaman-ancaman bencana yang terus mengintai. Namun, masyarakat perlu diajarkan untuk dapat hidup beriringan dengan ancaman bencana yang selalu ada di sekeliling mereka. Penanaman nilai-nilai terkait kesadaran akan ancaman bencana di sekeliling mereka dapat berupa pendidikan rutin akan ancaman bencana dan juga melalui upaya-upaya mitigasi / peringatan apabila bencana tersebut terjadi. Upaya tersebut merupakan pendekatan mitigasi nonstruktural dalam mengurangi dampak bencana yang ada karena menekankan pada pengelolaan SDM ketimbang membangun fasilitas fisik sebagai pelindung dari bencana.

Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam upaya membangun kota tanggap bencana termasuk dalam salah satu poin dari City Resilience Framework yang dikeluarkan oleh The Rockefeller Foundation yaitu reliable mobility and communications. Maksud dari poin ini adalah penggunaan TIK dapat sangat berperan dalam meningkatkan penyebaran informasi dan memperlancar komunikasi para penghuni dan pemangku kebijakan perkotaan. Kemudahan dalam melakukan penyebaran informasi dan komunikasi ini sangat berdampak positif apabila terjadi suatu keadaan darurat di kota tersebut. Pemerintah dapat menginstruksikan para warganya untuk mengevakuasi diri dalam waktu singkat karena pemerintah memiliki akses untuk dapat terhubung langsung dengan perangkat elektronik seperti gawai yang dimiliki oleh masyarakat. Masyarakat juga dapat mengakses informasi terkait bencana yang terjadi dengan lebih cepat, mudah, dan efisien sehingga dapat memiliki lebih banyak informasi yang dapat dipertimbangkan saat akan mengevakuasi diri. Selain itu, cepatnya penyebaran informasi juga dapat menambah waktu bagi masyarakat untuk mengevakuasi diri sehingga potensi korban yang dapat jatuh semakin berkurang.

Salah satu bentuk aplikasi penggunaan TIK dalam menciptakan kota tanggap bencana adalah pada saat gempa bumi berkekuatan 9.0 magnitudo mengguncang Jepang pada tahun 2011. Saat itu, pemerintah mengirimkan pesan singkat kepada masyarakat setempat melalui seluruh operator jaringan telekomunikasi agar mereka dapat segera menyelamatkan diri dari bahaya gempa bumi yang diikuti dengan tsunami. Selain itu, peringatan gempa juga langsung muncul di seluruh tayangan televisi nasional Jepang sehingga masyarakat mendapatkan gambaran informasi secara utuh dan dapat mengambil tindakan rasional untuk menyelamatkan diri mereka.
Pada akhirnya, penerapan TIK dalam manajemen suatu kota dapat berperan untuk menciptakan suatu kota menjadi kota yang tanggap bencana. Kota yang tanggap akan bencana dapat meminimalisasi potensi jatuhnya korban jiwa sehingga kehidupan di kota tersebut dapat berjalan dengan lebih berkelanjutan.

Sumber : medium.com